Rabu, 03 April 2013

Konsep dan fungsi sistem pengapian


Kompetensi: 
Merawat, menyetel, memeriksa dan mendiagnosa kerusakan sistim pengapian konvensional

Struktur Tulisan Dalam Pencapaian Kompetensi
Diskusi dan evaluasi
Gangguan dan cara mengatasi
Diagnosa kerusakan sistim pengapian

Merawat dan menyetel sistem pengapian

Menguasai konsep dan fungsi komponen

Menguasai konsep dan fungsi sistem pengapian
 
A. MENGUASAI KONSEP DAN FUNGSI SISTEM PENGAPIAN

1. Fungsi Sistem Pengapian
a.       Menghasilkan percikan api yang kuat pada celah busi, guna memulai proses pembakaran campuran bahan bakar dengan udara di dalam ruang bakar
b.      Saat pengapian (saat perciakan api pada busi) harus tepat
c.       Saat pengapian sesuai dengan putaran dan beban mesin

2.       Konsep Percikan Api Pada Busi



Gambar 1. Petir menghasilkan percikan api
Petir menyambar pohon atau rumah menyebabkan rumah terbakar. Petir terjadi akibat perpindahan electron pada awan dengan  tanah yang mempunyai perbedaan potensial yang tinggi, sehingga mampu melewati tahanan udara yang sangat besar.

Gambar 2. Hubungan celah busi dengan tegangan yang diperlukan

Untuk menghasilkan percikan api pada pada celah busi diperlukan tegangan yang sangat tinggi. Hubungan celah busi dengan tegangan yang dibutuhkan dapat dilihat pada gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk celah busi 0,6 mm diperlukan tegangan minimal 10.000 Volt atau 10 kV. Sedangkan untuk celah 0,8 mm) diperlukan tegangan minimal 15.000 Volt atau 15 kV.


3. Prinsip Menghasilkan Tegangan Tinggi
Sumber energi listrik yang digunakan pada sistem kelistrikan otomotif  dengan tegangan 12 Volt, padahal busi memerlukan tegangan yang sangat tinggi, untuk merubah tegangan 12 V menjadi tegangan tinggi diperlukan Step-Up Trafo, pada sistim pengapian step-up trafo adalah koil pengapian (ignition coil).
Gambar 3. Prinsip induksi
Saat kontak ON maka arus listrik mengalir ke primer, inti koil menjadi magnet. Saat kontak OFF, arus listrik mengalir ke primer koil terhenti, kemagnetan hilang, maka terjadi induksi pada skunder koil yang ditunjukkan pada voltmeter. Besar induksi tergantung dari:

                  E  =  N .  d Ø/dt    
E       = tegangan induksi        …..  Volt
N      =  jumlah gulungan
d Ø   =  jumlah perubahan garis gaya magnet     ……  Weber
dt    =   perubahan waktu
                                                                                                         
4. Rangkaian Sistem Pengapian Konvensional
Rangkaian sistem pengapian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
  1. Rangkaian tegangan rendah (Primer), terdiri dari komponen:
1)      Baterai berfungsi sebagai sumber energi listrik
2)      Kunci kontak untuk memutus dan menghubungkan listrik pada rangkaian atau menghidupkan dan mematikan sistem
3)      Primer koil untuk menghasilkan kemagnetan pada inti koil,
4)      Platina (contact point) berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan aliran listrik pada primer koil, saat hubung inti koil menjadi magnet, saat putus terjadi tegangan induksi
5)      Kondensor berfungsi untuk menyerap tegangan induksi primer koil, sehingga percikan pada kontak platina kecil, platina lebih awet, induksi tegangan tinggi kuat.
6)      Kabel  berfungsi sebagai penghantar aliran listrik pada komponen sistem pengapian


Gambar 4. Rangkaian sistem pengapian
  1. Rangkaian tegangan tinggi (skunder), terdiri dari :
1)      Sekunder koil berfungsi untuk menghasilkan tegangan induksi yang sangat tinggi       ( 15.000 – 30.000 Volt)  saat platina mulai membuka
2)      Kabel tegangan tinggi berfungsi untuk mengalirkan arus listrik tegangan tinggi dari koil pengapian menuju busi
3)      Distributor berfungsi untuk mendistribusikan arus listrik tegangan tinggi dari koil pengapian menuju busi sesuai derangan urutan pengapiannya (Firing Order / FO)
4)      Busi berfungsi untuk menghasilkan percikan api untuk memulai proses pembakaran campuran bahan bakar dengan udara di ruang bakar, pada saat dialiri arus listrik tegangan tinggi.

5. Prinsip Kerja Sistim Pengapian
a.Kunci kontak ON,  Platina Menutup

Gambar 5. Aliran listrik saat  platina  menutup
Arus mengalir dari:

b. Platina mulai membuka
Saat platina membuka, arus listrik melalui primer koil terputus, terjadi induksi tegangan tinggi pada skunder koil, arus mengalir

Gambar 6. Aliran listrik saat  platina mulai membuka


Aliran listrik:
 












6. SAAT PENGAPIAN
Saat pengapian adalah saat terjadinya percikan api pada busi. Pada putaran stasioner, saat pengapian motor bensin terjadi 88 – 128 sebelum Titik Mati Atas (TMA) akhir kompresi.  Saat pengapian sangat menentukan kesempurnaan proses pembakaran sehingga ketepatan saat pengapian harus selalu diperiksa dan disetel.
Proses pembakaran pada motor bensin dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar  7     Proses pembakaran

Beberapa derajat sebelum TMA akhir kompresi busi memercikkan api,. percikan api pada busi akan membakar daerah sekeliling busi (1). Campuran bahan bakar yang terbakar akan bergerak menjauh dari busi, dan membakar campuran bahan bakar yang lain sehingga tekanan dan temperature naik (2),,  puncak tekanan hasil pembakaran (3) terjadi 10-15 º setelah TMA. Pada titik (4) merupakan akhir proses pembakaran.

Pengapian yang terlalu mundur menyebabkan tekanan maksimal hasil pembakaran terjadi melewati 108 sampai 15 8 sesudah TMA, sehingga tekanan tidak efektif lagi, tenaga yang dihasilkan lemah. Sebaliknya pengapian yang terlalu maju menyebabkan tekanan maksimal hasil pembakaran terjadi kurang dari 108 sampai 158 sesudah TMA, tekanan tersebut menghambat  gerak piston saat kompresi, piston bergetar sehingga menimbulkan suara ketukan dan temperatur tinggi.


Gambar 8.   Pengaruh timing pengapian terhadap tekanan dan temperatur mesin

7. PENGAJUAN SAAT PENGAPIAN (TIMING ADVANCER)
Waktu yang diperlukan proses pembakaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: beban mesin, temperatur mesin, kompresi, campuran bahan bakar, nilai oktan bahan bakar,  bentuk ruang bakar,   penempatan busi maupun kuatnya percikan  api busi. Saat putaran mesin tinggi waktu yang tersedia untuk membakar campuran bahan bakar semakin terbatas oleh karena itu pada putaran tinggi saat pengapian harus dimajukan, hal ini untuk menjaga  agar tekanan maksimal hasil pembakaran tetap terjadi pada titik yang optimal yaitu 108 sampai 15 8 sesudah TMA.

Contoh suatu mesin dirancang saat pengapiannya 88  sebelum TMA pada putaran 600 rpm,  dengan saat pengapian tersebut diharapkan tekanan maksimal pembakaran terjadi 108 setelah TMA. Dari data tersebut berarti tekanan maksimal terjadi setelah b = 88  +  108  =  188 setelah saat pengapian, atau perlu waktu:

            t  = 60 b : 360 n   =  (60 x 18) : (360 x 600 )= 0,005 detik

Dengan asumsi waktu yang dibutuhkan untuk pembakaran tetap, maka bila saat pengapian  tidak dimajukan maka tekanan maksimal  hasil pembakatan akan mundur. Misalnya dari contoh di atas putaran mesin naik menjadi 1200 rpm, maka b  yang diperlukan untuk waktu pembakaran 0,005 detik adalah:

b        =  (360n x t ) /  60  =  (360 x 1200 x 0,005)  : 60 = 36 8

Tekanan maksimal hasil pembakaran adalah  368  - 88  =  288 sesudah TMA, dengan tekanan yang terlalu mundur tersebut tenaga mesin menjadi lemah akibat  tekanan terjadi pada volume silinder sudah terlalu besar. Agar tekanan maksimal tetap terjadi pada 108 setelah TMA maka saat pengapian harus diajukan menjadi :
b        - 108 = 368 –108 = 268  sebelum TMA.

Mekanisme pengajuan saat pengapian ada 2 macam, yaitu: centrifugal advancer dan vacuum advancer. Kedua sistem pengajuan tersebut  saling melengkapi satu dengan yang lain sehingga diperoleh saat pengajuan yang paling tepat. Hubungan putaran mesin dan pengajuan saat pengapian   dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 9.  Hubungan putaran mesin dengan pengajuan saat pengapian

8. URUTAN PEMBAKARAN (FIRING ORDER)
Pada motor multi silinder proses pembakaran tiap silinder tidak terjadi bersamaan melainkan bergantian secara berurutan dengan selisih waktu pembakaran :
a.       Motor 4 tak adalah 720° dibagi jumlah silider,  misal motor 4 silider maka selisih waktu pembakaran adalah 720/4 = 180° .
b.      Motor 2 tak adalah 360° dibagi jumlah silinder, misal motor 4 silider maka selisih waktu pembakaran adalah 360/4 = 90° .

Urutan proses pembakaran atau sering disebut FO (Firing Order), merupakan urutan percikan api busi guna membakar campuran bahan bakar. Proses pembakaran terjadi saat akhir langkah kompresi sehingga urutan percikan api harus diberikan sesuai dengan urutan siklus kerja pada tiap silinder. Dengan demikian FO sangat erat kaitannya dengan desain motor, oleh karena itu dalam pemasangan kabel busi kita harus mengetahui FO mesin tersebut. Contoh motor 4 tak, 4 silinder mempunyai FO :  1 – 3 – 4 – 2  , urutan proses pembakaran dapat digambarkan sebagai berikut:

                                                            Percikan api busi
Silinder

Proses

1
Hisap
Kompresi
Usaha
Buang
3
Buang
Hisap
Kompresi
Usaha
4
Usaha
Buang
Hisap
Kompresi
2
Kompresi
Usaha
Buang
Hisap
180°
360°
540°
720°

Gambar 10. Diagram urutan pembakaran motor 4 tak, 4 silinder

Kesalahan FO menyebabkan kesalahan memberi api pada busi sehingga tidak ada pembakaran pada silinder bersangkutan. Contoh motor 4 tak, 4 silinder mempunyai FO :  1 – 3 – 4 – 2  , Karena salah asumsi arah putaran motor maka FO menjadi 1 – 2  -  4  -  3,    kesalahaan ini menyebabkan  silinder 2 dan 3 terbalik.

Silinder

Proses

1
Hisap
Kompresi
Usaha
Buang
3
Buang  
Hisap
Kompresi
Usaha
4
Usaha
Buang
Hisap
Kompresi
2
Kompresi
Usaha
Buang     
Hisap
180°
360°
540°
720°
                                                           
Gambar 11   Dampak kesalahan FO pada motor

Percikan api pada silinder 2 terjadi pada saat akhir langkah buang (530°   bila saat pengapian 10° sebelum TMA ) akibatnya  tidak terjadi proses pembakaran pada silinder 2, demikian juga silinder 3 yaitu percikan api pada busi terjadi pada akhir langkah buang  (170°  bila saat pengapian10° sebelum TMA). Saat akhir langkah buang,  katup hisap mulai terbuka karena adanya overlaping katup, kondisi tersebut menyebabkan munculnya ledakan di karburator bila salah pemasangan FO, terutama bila saat pengapian terlalu mundur atau mendekati TMA dan mesin pincang karena hanya 2 silinder yang bekerja.

Gambar 12.  Diagram pembakaran mesin V-8

9.      SISTEM PENGAPIAN DENGAN KOIL PENGAPIAN DILENGKAPI RESISTOR

Saat mesin distarter terjadi penurunan tegangan baterai sampai 10 V, penurunan tegangan baterai menyebabkan penurunan kekuatan magnet pada koil pengapian, sehingga induksi tegangan tinggi turun, percikan api busi lemah, atau tidak ada, mesin sulit hidup. Guna mengatasi hal tersebut dibuat koil pengapian menggunakan resistor yang dirangkai seri dengan primer koil.. Saat mesin beroperasi normal arus listrik ke primer koil harus melewati resistor, namun saat mesin starter maka arus listrik dari kontak langsung ke primer koil, karena tidak melalui resistor maka arus listrik ke primer koil tetap besar, sehingga percikan api busi tetap besar dan mesin mudah dihidupkan.

Rangkaian dan cara kerja sistem pengapian dengan resistor adalah sebagai berikut:
a.     Aliran listrik saat mesin distarter


Gambar 13. Aliran listrik saat mesin di starter












Arus listrik tidak melewati resistor (by pass melalui terminal 30) sehingga arus yang mengalir pada primer koil lebih bersar, tegangan induksi lebih tinggi, percikan api lebih kuat dan mesin lebih mudah dihidupkan
  1. Aliran listrik saat mesin hidup  
  2.  Gambar 14. Aliran listrik saat mesin hidup.                                                                               Saat mesin hidup terminal B kontak berhubungan dengan terminal IG, sehingga arus listrik mengalir. Aliran listrik melalui resistor, arus ke primer koil lebih kecil, koil pengapian tidak cepat panas.













3 komentar:

Anonim mengatakan...

tes...

http://tkrandriansah.blogspot.com/ mengatakan...

Trimakasih Gan

Unknown mengatakan...

Mantap artikelnya